Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan. ( Confusius )

Entri Populer

Selasa, 04 Oktober 2011

NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI

NASIONALISME DI ERA GLOBALISASI

Oleh : Igusti Firmansyah, S.Sos

Dimanakah Nasionalisme?
Sesaat  lagi Hari Sumpah Pemuda akan kita peringati pada tanggal 28 Oktober 2011 tahun ini dan baru saja kita memperingati Hari Pahlawan pada tanggal 10 November  2011.  Namun pada tahun tahun sebelumnya suasana peringatan ini sepi-sepi saja bahkan tidak menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat.
Dimana nasionalisme masyarakat saat ini, terutama para generasi muda? Bahkan pada acara-acara di telivisi lebih didominasi oleh acara-acara yang sifatnya hanya sekadar hiburan semata terutama bagi generasi muda, dengan menyanyi sambil “berjingkrak-jingkrak” dan acara hiburan berupa “tertawa-tawa“ dengan menampilkan kekonyolan dan kebodohan yang luar biasa?
Bung Karno pada tahun 1958 pernah mengatakan “Hai pemuda dan pemudi, engkau pembina hari kemudian. Orang mengatakan bahwa engkau itu adalah pupuk hari kemudian. Jangan terima! Kita ini bukan sekadar pupuk. Kami lebih dari pupuk. Di dalam jiwa kami tumbuh pula masyarakat yang baru itu. Dan, dalam jiwa kami tumbuh segala apa yang menjadi cita-cita bangsa kami.”
Selanjutnya M. Ali (2004) mengatakan, nasionalime bila ditelaah dalam konteks historis, telah menjadi ideologi yang mempengaruhi kehidupan publik, bahkan pribadi manusia yang majemuk. Disadari atau tidak, ideologi nasionalislah  yang telah mengubah tatanan dunia sekarang ini. Sejak sekitar abad ke 17, mulai dari Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan Amerika Serikat serta hampir seluruh penduduk dunia menjadikan nasionalisme sebagai kekuatan ideologinya.
Nasionalisme Indonesia juga telah meruntuhkan klaim-klaim dinasti lokal dan regional serta komunikas-komunitas berdasarkan agama, suku dan identitas lainnya menjadi satu kekuatan yakni Sumpah Pemuda, “Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Berbangsa Satu Bangsa Indonesia, Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia dan Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Berbahasa Satu Bahasa Indonesia”. Nasionalisme Indonesia menjadi kekuatan perjuangan bangsa.
Namun saat ini, nasionalisme hanya menjadi tema-tema dalam diskusi, seminar, talk show dan forum lainnya. Nasionalisme mati suri. Dengan kata lain, nasionalisme tidak lagi berpihak pada rakyat bahkan bangsa Indonesia, tetapi nasionalisme menjadi slogan kaum elite hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok atas nama demokrasi. Para politikus bicara nasionalisme hanya untuk menaikan posisinya dalam lingkungan publik, hanya menarik simpati masyarakat yang hanya demi kepentingan sesaatnya atau bahkan untuk mengelabui masyarakat kecil.
Rasa kebersamaan atau yang biasa disebut solidaritas merupakan suatu wujud nasionalisme yang penting dan harus ditumbuhkan saat ini. Rasa kebersamaan dapat memberikan semangat atau spirit yang tangguh bagi masyarakat dan negara untuk terus membangun dan memajukan bangsa termasuk budaya nasional. Hal ini dapat kita cermati seperti pada saat terjadinya klaim budaya-budaya nasional Indonesia oleh negeri jiran Malaysia. Pada saat itu secara spontan masyarakat Indonesia muncul rasa kebersamaan atau solidaritasnya untuk maju untuk membela hak-hak bangsa Indonesia.
Rasa kebersamaan ini semestinya harus dapat dirasakan pada setiap saat dan dimana saja. Sehingga rasa nasionalisme atau cinta tanah air dapat kita wujudkan dan dapat masyarakat nikmati secara merata. Rasa kebersamaan ini tidak hanya muncul saat terjadi bencana-bencana alam, keamanan negara diganggu oleh negara lain, warga negara kita disiksa oleh warga negara negara lain, tetapi mestinya muncul pada setiap saat dan tempat. Sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram karena pejabat politik memiliki rasa solidaritas yang tinggi untuk membela rakyat agar menjadi maju dan hidup bahagia. Pejabat politik juga memiliki rasa kebersamaan dalam menanggulangi kemiskinan, pengangguran dan  kebodohan yang masih banyak dirasakan oleh rakyat Indonesia walaupun kita sudah merdeka selama 64 tahun.

Tantangan Era Globalisasi

Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa untuk menjadi sebuah negara yang kuat maka ada beberapa hal-hal yang harus menjadi perhatian yang disebutnya sebagai unsur-unsur kekuatan nasional. Kekuatan nasional adalah kesatuan yang terdiri dari keseluruhan atau gabungan beberapa aspek atau unsur yang terdapat pada suatu negara dan dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri.
Kekuatan nasional sangat menentukan peranan negara dalam perkembangan dunia internasional. Namun demikian tidak berarti bahwa suatu negara harus memiliki secara mutlak keseluruhan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Selain dari unsur-unsur kekuatan nasional yang  dimiliki oleh suatu negara, maka faktor lain yang sangat mempengaruhi kekuatan nasional yang berkaitan dengan unsur-unsur kekuatan nasional tersebut adalah bagaimana suatu negara mampu mengelola dan memanfaatkan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Sehingga suatu negara dapat turut berperan dalam percaturan dunia internasional.
Sebagai contoh ada negara-negara yang kecil dan tidak memiliki banyak unsur-unsur kekuatan nasional, tetapi negara tersebut mampu berperan aktif dan terlibat dalam perkembangan percaturan dunia internasional. Seperti Jepang dan Israel. Sementara ada negara-negara yang besar dan memiliki unsur-unsur kekuatan nasional yang banyak tetapi belum mampu berperan aktif dan mempengaruhi kebijakan dunia internasional, negara-negara ini seperti India dan Indonesia.
Dua dari sembilan unsur kekuatan nasional yang terkait dengan budaya nasional yang dimaksud Morgenthau yaitu :
Karakter Nasional (ciri khas budaya)
Karakter nasional menyangkut tentang faktor manusia (masyarakat) dan aspek kualitas yaitu sifat moral serta intelektualisme yang fundamental yang merupakan ciri-ciri khas suatu bangsa. Dari situ,  kita secara awam mengatakan sebagai watak, karakter atau sifat suatu bangsa. Maka dari itu dikenal ada bangsa yang dinilai keras seperti negara-negara Islam dan negara lemah  seperti negara-negara di Asia.
Berbagai suku bangsa yang ada dalam suatu negara dengan berbagai karakter budaya yang telah dibentuk oleh zaman dan kondisi dapat memberikan suatu bentuk karakter  nasional tersendiri terhadap suatu negara dan akan menjadi potensi dan kekuatan suatu negara. Bangsa Indonesia yang memiliki kerajaan yang megah dan berjaya pada masa Sriwijaya dan Majapahit mestinya saat ini dapat menjadi negara dan bangsa yang kuat dan gagah perkasa.  
Semangat Nasional
Semangat nasional adalah tingkat ketahanan dan ketangguhan suatu bangsa terhadap dukungan pelaksanaan politik luar negeri dan politik internasional serta kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan.
Semangat nasional menyangkut tentang partisipasi semua rakyat terhadap kebijakan pemerintah. Semangat nasional juga dipengaruhi oleh kualitas rakyat dan pemerintahan dalam membangkitkan dukungan partisipasi rakyat.
Contoh yang mendekati maksud ini adalah semangat nasional negara Jepang dan Iran. Bangsa Indonesia mestinya dapat menjadikan rasa patriotisme/nasionalisme sebagai semangat terhadap pembangunan bangsa dalam semua aspek kehidupan, mulai dari semangat pendidikan, semangat pengembangan ekonomi nasional, semangat pengembangan teknologi dan sebagainya sehingga semangat nasionalisme ini menjadi dasar semua nafas dan gerak masyarakat Indonesia tidak ada yang menyimpang dari semangat nasionalisme Indonesia. Serta tidak dipengaruhi oleh westernisasi dan lainnya.    
Berdasarkan pandangan Morgenthau tersebut, maka Bangsa Indonesia harus siap menghadapi perkembangan era globalisasi yang berkembang sangat cepat terutama dengan semakin berkembangnya teknologi informasi. Budaya nasional Indonesia mestinya dapat menjadi suatu kekuatan nasional yang membanggakan dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Budaya nasional tidak hanya sekedar potensi yang dibangga-banggakan saja, hanya tercatat dalam tujuh keajaiban dunia atau menjadi logo atau simbol-simbol daerah saja tetapi dapat lebih dikelola menjadi aset yang bernilai ekonomi dan dapat mendatangkan income bagi negara dan masyarakat lokal.
Globalisasi merupakan media yang dapat difungsikan oleh Bangsa Indonesia untuk mengelola budaya nasional menjadi go internasional. Sehingga masyarakat dunia mengetahui bahwa Indonesia itu luas dan budayanya beranekaragam. Indonesia tidak hanya pulau Bali, tetapi Indonesia ada Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua dan lainnya. Film “Love, eat and pray”  yang sebagian ceritanya di Bali menjadi media promosi budaya nasional pada dunia internasional bagi Indonesia, walaupun Bali sudah menjadi trade mark pariwisata Indonesia.
Berdasarkan konsep tersebut juga bahwa kekuatan nasional suatu bangsa tidak hanya terletak pada kekuatan militer saja. Tetapi dengan berakhirnya era perang dingin, maka kekuatan nasional suatu bangsa juga terletak pada kekuatan ekonomi yang dapat dicapai dengan cara mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya budaya nasional. Walaupun kita juga mengetahui bahwa tantangan budaya Barat atau westernisasi juga dirasakan begitu kuat pengaruhnya pada bangsa Indonesia saat ini.
Akankah “Nasionalisme” di era globalisasi ini hanya sebagai slogan atau semboyan? Kapankah “Nasionalisme” hidup kembali di hati seluruh masyarakat Bangsa Indonesia?, atau ini merupakan Pekerjaan Rumah yang harus dituntaskan oleh Pemerintah dan jajarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar