Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan. ( Confusius )

Entri Populer

Senin, 30 Januari 2012

Pendekatan – pendekatan dalam Ilmu Politik


Pendekatan – pendekatan dalam Ilmu Politik

Oleh : Igusti Firmansyah, S.Sos

Pendekatan dalam ilmu politik mencakup standard atau tolok ukur yang dipakai untuk memilih masalah dan menentukan data mana yang akan diteliti serta data mana yang akan dikesampingkan. Menurut Vemon van Dyke “ Pendekatan (approach) adalah criteria untuk menyelesaikan masalah dan data yang relevan.”
Pengamatan terhadap kegiatan politik itu sendiri dilakukan dengna berbagai cara, tergantung dari pendekatan yang dipergunakan, karenanya kita mengenal beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik, antara lain.

I. Pendekatan Tradisional (Tradisional Approach)
Negara menjadi focus utama dengan menonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Bahasan pendekatan ini menyangkut, misalnya : Sifat Undang-Undang Dasar serta kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal, badan yudikatif, badan eksekutif,dsb. Karenanya pendekatan ini disebut juga pendekatan institusional atau legal-institusional.

Contoh Pendekatan Tradisional:
Dengan pendekatan ini, dalam mempelajari parlemen, maka yang diperhatikan adalah kekuasaan serta wewenang yang dimilikinya seperti tertuang dalam naskah (UUD,UU, atau Peraturan Tata Tertib); hubungan formal dengan badan eksekutif; struktur oranisasi serta hasilnya.

Beberapa kelemahan pendekatan tradisional, antara lain:
1. Pendekatan ini tidak meneliti apakah lembaga kenegaraan memang terbentuk dan berfungsi seperti yang diuraikan dalam naskah-naskah resmi kenegaraan.
2. cenderung kurang menyoroti organisasi-organisasi yang tidak formal, seperti kelompok kepentingan dan media massa.
3. Bahasan lebih deskriptif daripada analitis.
4. Lebih banyak menggunakan ulasan sejarah, seperti menelusuri perkembangan parlemen.
5. Lebih bersifat normative karena fakta dan norma kurang dibedakan, bahkan seringkali saling berkaitan.
6. Kurang memberikan sumbangan terhadap pembentukan teori baru.

II. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach)
Salah satu pemikiran pokok dari pelopor-pelopor pendekatan perilaku adalah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat bagi peneliti untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala yang benar-benar dapat diamati.

Contoh Pendekatan Perilaku:
Dalam mempelajari parlemen, maka yang dibahas adalah perilaku anggota perlemen, yaitu: bagaimana pola pemberian suaranya (voting behavior) terhadap rancangan UU, giat atau tidaknya memprakarsai UU, kegiatan lobbying, dsb.

Ciri-Ciri Pendekatan Tingkah Laku:
1. Pendekatan ini cenderung bersifat interdisipliner, maksudnya tidak saja mempelajari dampak faktor pribadi tetapi juga dampak dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya.
2. Merupakan suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik. Orientasi ini mencakup beberapa konsep pokok (David Easton dan Albert Somit), antara lain:
a. Perilaku politik menampilakan keteraturan (regularities).
b. Generalisasi-generalisasi ini pada dasarnya harus dapat dibuktikan keabsahan atau kebenarannya (verification).
c. Teknik-teknik penelitian yang cermat harus digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data.
d. Pengukuran dan kuantifikasi (antara lain melalui statistik dan matematika ) harus digunakan untuk mencapai kecermatan dalam penelitian.
e. Harus ada usaha untuk membedakan secara jelas antara norma (ideal atau standard yang harus menjadi pedoman untuk tingkah laku) dan fakta (sesuatu yang dapat dibuktikan berdasarkan pengamatan atau pengalaman).
f. Penelitian harus bersifat sistematis dan berkaitan dengan pembinaan teori.
g. Ilmu politiik harus bersifat murni (pure science) dalam arti bahwa usaha untuk memahami dan menjelaskan perilaku politik harus mendahului usaha untuk menerapkan pengetahuan itu bagi penyelesaian masalah-masalah social.
h. Dalam penelitian politik diperlukan sikap terbuka serta integrasi dengan konsep-konsep dan teori-teori ilmu lainnya.
3. Pandangan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem sosial dan negara sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial. Dalam suatu sistem, bagian-bagian saling berinteraksi serta saling bergantungan dan semua bagian bekerjasama untuk menunjang terselengaranya sistem tersebut.
4. Sumbangan pendekatan perilaku pada usaha untuk memajukan Ilmu Perbandingan Politik

Perbedaan Pendekatan Tradisional dengan Pendekatan Perilaku
Kritik terhadap Pendekatan Perilaku:
1. Pendekatan perilaku telah membawa efek yang kurang menguntungkan, yakni mendorongpara ahli menekuni masalah-masalah yang kurang penting seperti pemilihan umum (voting studies) dan riset berdasarkan survey.(1960-an)
2. Penganut pendekatan perilaku kurang memberi perhatian pada masyarakat perubahan (change) dalam masyarakat.
3. Pendekatan perilaku terlalu steril, karena menolak untuk memasukkan nilai-nilai dan norma dalam penelitian.(Eric Voegelin, Leo Strauss, dan John Hallowel)
4. Pendekatan perilaku juga tidak memiliki relevansi dengan realitas politik dan buta terhadap masalah-masalah sosial.

III. Pendekatan Pascaperilaku (Post Behavioral Approach)
Gerakan pascaperilaku memperjuangkan perlunya relevance and action (relevansi dan orientasi bertindak). Reaksi ini ditujukan kepada usaha mengubah penelitian dan pendidikan Ilmu Politik menjadi suatu ilmu pengetahuan murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. Pada hakikatnya pendekatan ini merupakan “kesinambungan” sekaligus “koreksi” dari pendekatan perilaku.


Pokok-pokok pendekatan Pascaperilaku yang diuraikan oleh David Easton, antara lain:
1. Dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kuantitatif, ilmu politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan terhadap masalah sosial yang dihadapi. Relevansi ini dianggap penting daripada penelitian yang cermat.
2. Karena penelitian ini dianggap terlalu abstrak, Ilmu Politik kehilangan kontak dengan realitas sosial.
3. Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas Ilmu Politik.
4. Para cendekiawan memiliki tugas yang historis dan unik untuk mengatasi masalah-masalah sosial.
5. Cendekiawan harus action oriented
6. Cendekiawan tidak boleh menghindari perjuangan dan harus turt mempolitisi organisasi-organisasi profesi dan lembaga-lembaga ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar