Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan. ( Confusius )

Entri Populer

Senin, 30 Januari 2012

PENGEMBANGAN WILAYAH

PENGEMBANGAN WILAYAH
Oleh : Igusti Firmansyah, S.Sos

Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehateraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antarnegara, antardaerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan.
Globalisasi juga ditandai dengan adanya revolusi teknologi informasi, transportasi dan manajemen. Revolusi tersebut telah menyebabkan batas antara kawasan perkotaan dan perdesaan menjadi tidak jelas, terjadinya polarisasi pembangunan daerah, terbentuknya kota dunia (global cities), sistem kota dalam skala internasional, terbentuknya wilayah pembangunan antarnegara (transborder regions), serta terbentuknya koridor pengembangan wilayah baik skala lokal, nasional, regional dan internasional.
Di kawasan Asia globalisaasi telah menciptakan polarisasi pembangunan yang sangat signifikan dalam bentuk megaurban region yang terjadi di kota-kota metropolitan di sepanjang pantai timur Tokyo, Seoul, Shanghai, Taipei, Hongkong, Guangzhou, Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, Jakarta, bandung Hingga Surabaya. Dalam skala antarnegara terjadi pemusatan di Bohai (Cina – Korea), Hongkong- Guangzhou, dan SIJORI (Singapura-Johor-Riau). Di Indonesia polarisaisi terpusat di sepanjang Sumetera (Medan-Palembang), dan Jawa (Jakarta-Bandung-Semarang- Surabaya).
Koridor mega urban ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya terutama kabupaten, kecamatan dan desa-desa disekitarnya yang memiliki hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat. Namun perubahan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana wialayh yang memadai akibat keterbatasan pemerintah. Oleh karena itu, pihak swasta dan lembaga lainnya dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Berbagai dampak yang di akibatkan dari globalisasi ekonomi terhadap pembangunan lokal secara sederhana sebagai berikut :
1. Berubahnya orientasi pembangunan yang harus bertumpu pada peningkatan individu, kelompok dan pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi persaingan global, sehingga memungkinkan masyarakat mampu bertahan (survive), mengembangkan diri dan meningkatkan kesejahteraan.
2. Semakin pentingnya peran lembaga non pemerintah seperti, pihak swasta, masyasrakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pelaksanaan pembangunan dan pembiayaan.
3. Terjadinya peningkatan urbanisasi di pinggiran kota besar dibandingkan di dalam kota besar itu sendiri. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Mc. Gee pada tahun 1980-an. Batas antara kawasan perkotaan dan pedesaan semakin tidak jelas akibat pertumbuhan ekonomi, Dimana kegiatan perkotaan telah berbaur dengan perdesaaan dengan intensitas pergerakan investasi, ekonomi dan penduduk semakin tinggi.
Atas dasar uraian di atas, pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa tertinggal.
Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan.
Konsep Pengembangan Wilayah

1. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.

2. Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.

3. Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah diatas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.
Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.

5. Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.
Konsep Dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengembangan Wilayah Perumahan Dan Permukiman
Dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun1992 tentang perumahan dan permukiman, dalam konsideran Undang Undang tersebut menyebutkan bahwa dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Untuk meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan. 
Berkembangangnya suatu kota secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman harus diupayakan sebagai satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang mampu menjamin pelestarian kemampuan fungsi lingkungan hidup perumahan dan permukiman tersebut. (Koesnadi Hardjasoemantri, 2004; 223)
Perumahan juga harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang, baik yang meliputi aspek ekonomi (antara lain : bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan), maupun aspek sosial budaya (antara lain : bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olahraga, pemakaman dan pertamanan). (Jarot E. Sulistyo, 2004; 1). Untuk mencapai ini semua, maka sasaran dan arah kebijakan pembangunan perumahan permukiman meliputi kegiatan pokok melalui 2 (dua) program, yaitu : program pengembangan perumahan dan permukiman serta program pemberdayaan komunitas perumahan. (RPJMN, 2004 – 2009; 453)
Prinsip Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) di KTT Rio menjadi dasar pembicaraan. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan  (Sustainable Development) tersebut adalah pembangunan yang memenuhi kebutuahn generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Definisi ini diberikan oleh Word Commision on Environment and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan). (N. H. T. Siahaan, 2004; 147)
Dalam perkembangan konsep selanjutnya, pembangunan berkelanjutan dielaborasi oleh Stren, While dan Whitney dalam Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto (2005; 18) yaitu sebagai suatu interaksi antara tiga sistem : sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial. Memang dengan kelengkapan konsep berkelanjutan dalam trilogi : ekologi – ekonomi – sosial tersebut semakin menyulitkan pelaksanaannya, namun jelas lebih bermakna dan gayut dengan masalah khususnya di negara berkembang.
Supaya tercipta penataan lingkungan yang baik, serasi dan seimbang, hendaknya hal tersebut didasarkan pada sistem perencanaan yang baik. Sistem tata ruang merupakan pengelolaan lingkungan dalam berbagai kegunaan/fungsi yang didasari pada karakter, sifat, corak, dan potensi dari tata lingkungan itu sendiri. Disini perlu dilakukan pengaturan perencanaan sistem tata ruang, karena penataan ruang yang tidak sesuai akan mengakibatkan timbulnya banjir di berbagai wilayah termasuk di Kota Malang, suatu contoh perubahan daerah resapan air di wilayah Kota Malang antara lain yang ada di belakang Musium Brawijaya dan saluran air yang membentang sepanjang jalan Jakarta – jalan Gede dan jalan Pulosari sudah berubah menjadi kawasan perumahan dan permukiman mewah dan beberapa pertokoan. Dengan demikian kota Malang yang dahulunya tidak pernah mengalami banjir, saat ini fenomena yang terjadi adalah apabila musim penghujan tiba, jalan – jalan menjadi tergenang air dan terjadi banjir (walaupun banjir ini sifatnya sementara).
Pembangunan perumahan masa datang yang bertumpu pada kemandirian masyarakat dengan asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, kelestarian lingkungan hidup, penataan perumahan dan permukiman, yang berdimensi sosial – ekonomi,politik, budaya, falsafah, hukum dan perundang – undangan, dilaksanakan dalam suatu kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba), diharapkan selain untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar (basic need), juga dapat mendukung peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional, dan menunjang pembangunan di bidang – bidang lain. Asas kelestarian lingkungan hidup, memberikan landasan untuk menunjang pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Untuk mendukung pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan yang brewawasan lingkungan, penataan ruang (UU Penataan Ruang dan UU Perumahan dan Permukiman) perlu ditaati dan kemampuan Pemerintah Daerah Tingkat II ditingkatkan. (Komarudin, 1997; 286 – 287).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar