Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan. ( Confusius )

Entri Populer

Sabtu, 23 Juni 2012

Menyoroti Kehidupan Anak Jalanan

Menyoroti Kehidupan Anak Jalanan
(Kasus di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat)


BAB I
PENDAHULUAN

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah.
            Pada dasarnya Kebijakan Publik lebih menyentuh masyarakat banyak, karena meraka yang akan di jadikan objek dari kebijakan itu sendiri. Lahirnya kebijakan dipicu dengan adanya masalah atau fenomena pada suatu masyarakat dalam suatu daerah. Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi.
Dalam lingkungan bermasyarakat akan banyak sekali ditemukannya masalah sosial. Masalah sosial tidak hanya melibatkan diri sendiri sebagai pelaku, melainkan juga akan memberikan banyak pengaruh bagi lingkungan dan masyarakat banyak. Salah satu masalah lingkungan yang akan saya gali lebih dalam adalah masalah lingkungan mengenai anak jalanan. Di Indonesia komunitas anak jalanan begitu banyak, tersebar tidak hanya di kota-kota besar saja, di daerah-daerah juga banyak sekali anak-anak jalanan. Lebih khusus permasalahan anak jalan ini juga terdapat di Kota Padang.
Berkaitan dengan anak jalanan di Kota Padang, umumnya mereka berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. Melihat profesi atau pekerjaan orang tua para anak jalanan, hal ini mengindikasikan bahwa anak jalanan tersebut terkendala dalam berbagai hal terutama bagi anak jalanan yang masih menempuh pendidikan atau mengenyam pendidikan, karena banyak biaya yang harus dipenuhi. Dengan kondisi demikian para anak-anak mengambil inisiatif untuk mencari sendiri untuk pemenuhan kebutuhannya sendiri, selain itu karena kondisi ekonomi orang tua yang terhimpit sehingga sebagian para orang tua menyuruh anaknya untuk mencari uang menjadi anak jalanan demi pemenuhan kebutuhan keluarganya.

BAB II
PERMASALAHAN

Kehidupan Anak Jalanan
Permasalahan anak jalanan saat ini tidak henti-hentinya disoroti sebagai permasalahan yang tak ada ujung pangkalnya bagaikan lingkaran setan yang tak kunjung habisnya. Ada apa dan kenapa, apakah pembinaan yang selama ini diterapkan tidak sesuai atau karena hal lain? karena jika permasalahan ini tidak segera diatasi maka kondisi anak jalanan itu sendiri akan semakin gawat, kemungkinan besar menghadapi kematian dini selalu ada dan sekalipun bisa bertahan hidup maka masa depan mereka teramat suram. Selain itu sangat mungkin kelak setelah dewasa mereka akan menjadi warga masyarakat yang menyusahkan orang lain atau dapat dikatakan melahirkan generasi yang semakin terpuruk. Oleh karena itu, kompleksnya permasalahan anak jalanan sehingga menuntut penanganan yang cermat, serius, terfokus, dan kontinyu.
Sebutan anak jalanan digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup di jalanan yang umumnya sudah tidak memiliki ikatan dengan keluarga dan bekerja dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarganya. Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif, namun pada dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja di jalanan yang bukan hanya sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmani, rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan kerja dan lain sebagainya.
Setiap harinya berita tentang anak jalanan seolah-olah tidak ada hentinya. Derita dan penyiksaan yang mereka alami sering muncul dalam berita. Anak jalanan di bawah umur kebanyakan diperas, ditindas dan dipaksa untuk bekerja oleh para preman dan hasil kerja yang mereka peroleh dipaksa untuk disetorkan kepada preman tesebut. Anak jalanan harus berjuang ditengah-tengah kota yang kejam untuk mendapatkan sejumlah uang agar mereka bisa bertahan hidup dan tidak kelaparan. Pekerjaan yang mereka kerjakan misalnya menjual rokok, membersihkan bus umum, penjaja koran, atau juga mengamen.
Penggusuran yang sering kali dilakukan oleh Satpol PP terhadap anak jalanan ini akan memperparah keadaan. Akan timbul masalah sosial yang lebih besar. Anak-anak yang digusur akan kehilangan mata pencaharian, sedangkan secara ekonomi, mereka harus mencari lapangan usaha yang mampu memenuhi kebutuhannya. Bila lapangan usaha tersebut hilang, maka mereka akan mencari lapangan usaha lain, dan bila ini tidak didapatkan, mereka akan melakukan tindakan apa saja yang penting bagi mereka bisa menghasilkan uang. Hal inilah yang menimbulkan dampak sosial. Sebab apa yang mereka lakukan sudah tidak memperhatikan norma-norma hukum yang berlaku.
Bila ini sudah terjadi tentunya aparat keamanan akan semakin disibukkan kembali. Pencopetan, perampokan, penodongan dan tindak kriminal lainnya akan menjadi suatu tindak pidana baru yang pelakunya adalah anak-anak di bawah umur.
BAB III
ANALISIS

Terdapat 4 (empat) kelompok penyebab pokok anak-anak menjadi anak jalanan yaitu :
1.        Kesulitan ekonomi keluarga yang menempatkan seorang anak harus membantu keluarganya mencari uang dengan kegiatan-kegiatan dijalan;
2.        Ketidakharmonisan rumah tangga atau keluarga, baik hubungan antara bapak dan ibu, maupun orang tua dengan anak;
3.        Suasana lingkungan yang kurang mendukung untuk anak-anak menikmati kehidupan masa kanak-kanaknya termasuk suasana perselingkungan yang kadang-kadang dianggap mereka sangat monoton dan membelenggu hidupnya; dan
4.        Rayuan kenikmatan kebebasan mengatur hidup sendiri dan menikmati kehidupan lainnya yang diharapkan diperoleh sebagai anak jalanan (Sanituti, 1999).
Masalah Anak Jalanan termasuk di Kota Padang adalah persoalan sosial yang belum dapat diatasi oleh pemerintah secara komprehensif. Berbagai kebijakan dan tindakan telah dilakukan, termasuk anggaran yang dialokasikan setiap tahun dalam APBD untuk penanggulangan masalah tersebut. Namun persoalan sosial ini masih saja mewarnai kehidupan perkotaan. Jumlah mereka cenderung semakin meningkat setiap tahun.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi anak-anak di Kota Padang sehingga bisa menghabiskan sebagian besar waktunya berada dijalan. Faktor yang mempengaruhi biasanya tidak bersifat tunggal namun saling berhubungan dan saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya. Faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu akan menuntut anak-anak untuk ikut menanggulanginya, atau paling tidak mengusahakan sendiri kebutuhan dirinya seperti untuk mendapatkan uang sekolah atau uang jajan. Faktor lingkungan, dimana sebagian anak-anak tertarik melihat kawannya mendapatkan uang dari kegiatan di jalanan seperti dengan menjadi tukang semir sepatu, pengamen, menjual koran dan bahkan dengan meminta-minta.
Kehidupan anak jalanan sangat penuh resiko dan ancaman keselamatan baik fisik, mental, sosial dan intelektual anak. Ancaman kekerasan dan eksploitasi adalah resiko terbesar yang dihadapi anak-anak setiap harinya. Mereka juga sangat rentan terlibat tindak kriminal dan perilaku negative lainnya seperti seks bebas, “ngelem” dan meninggalkan dunia sekolah. Banyak orang tua anak yang melakukan pembiaran terhadap keberadaan anak dijalanan, bahkan sebagian orang tua justru yang mengeksploitasi anak mereka sendiri dijalanan.
Kondisi tersebut semakin hari semakin tidak dapat terkendali, padahal menurut UUD 1945, “anak terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) yang diperkuat dengan UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection).
Lemahnya posisi anak dan tingginya resiko eksploitasi terhadap mereka mendorong dilaksanakannya program pemberdayaan (empowerment) yaitu mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Upaya pemberdayaan ini menjadi agenda LSM-LSM untuk program-program penanganan anak jalanan dan pekerja anak dewasa ini. Salah satu bentuk program pemberdayaan yang dilakukan LSM adalah dengan mendirikan rumah singgah. Dimana rumah singgah ini akan berfungsi sebagai tempat tinggal mereka sementara dan sekaligus tempat mereka untuk mendapatkan bimbingan sosial, pendidikan jalanan, ekonomi jalanan, bimbingan keluarga, kesenian dan advokasi.
Berkaitan dengan program penanganan anak jalanan dan pekerja anak, Indrasari Tjandraningsih (1998) mengatakan kegiatan pendampingan dengan metode pendekatan Top Down, seperti program-program pemerintah, seringkali tidak menampakkan hasil nyata. Beberapa kegiatan yang semula dianggap dapat bermanfaat bagi anak jalanan ternyata justru mereka tolak, karena mereka merasa kurang relevan dengan kenyataan yang mereka hadapi sehari-hari. Misalnya keterampilan kerja menjahit, bertenun, pertukangan dan lain-lain. Anak-anak yang sudah jenuh dengan kehidupan kerja menganggap kegiatan ini tidak menarik, karena itu program-program yang berisi pendidikan formal maupun keterampilan kurang diminati oleh mereka. Di sini kemudian diketahui kegiatan yang mereka minati yaitu kegiatan yang menyediakan kebutuhan untuk mengekspresikan diri dan kebutuhan untuk didengar, sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Program-program seperti kesenian, rekreasi, bercerita dan lain-lain lebih banyak mengundang minat mereka untuk berpartisipasi di dalamnya. Jenis kegiatan kesenian dan berunsur ekspresi kemudian diterapkan oleh banyak LSM karena telah dapat diidentifikasikan manfaatnya untuk mengukur tingkat keberdayaan kelompok sasaran, terutama dari daya kritis yang terus berkembang.
Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi masalah kita bersama. Pemerintah harus konsen dalam menyelesaikan masalah sosial tersebut. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang perduli terhadap permasalahan ini dan juga dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi dan tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan secara persial.
            Oleh karena itu Pemerintah Kota Padang mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, Pengamen dan Pedagang Asongan. Hal ini diharapkan bisa mengakomodir semua permasalahan anak jalanan yang ada di Kota Padang khususnya. Didalam Perda tersebut juga memuat beberapa usaha untuk yang dilakukan oleh Pemerintah Kota untuk pembinaan anak jalanan, sesuai dengan pasal Pasal 6 yaitu :
  1. Usaha Prepentif
Usaha ini dilakukan oleh Pemerintah daerah untuk mencegah berkembang dan meluasnya jumlah, penyebaran dan kompleksitas permasalahan berkenaan dengan anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen dan pedagang asongan dengan melakukan pendataan; pemantauan,pengendalian dan pengawasan; sosialisasi; kampanye; penguatan lembaga sosial yang peduli.
  1. Usaha Represif
Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mengurangi dan atau meniadakan anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen dan pedagang asongan dengan melakukan razia dan membuat pos penanganan lokasi yang rawan anak jalanan.
  1. Usaha Rehabilitasi
Usaha ini dilakukan oleh pemerintah daerah agar fungsi sosial anak jalanan, gelandangan, pengemis, pengamen dan pedagang asongan berperan kembali sebagai warga masyarakat dengan mengadakan tempat penampungan/rehabilitasi; pemberian keterampilan;
Upaya pemerintah kota dalam mengatasi anak jalanan di Kota Padang harus berhadapan dengan lingkungan masyarakat dengan berbagaiaktor penopangnya. Dukungan peraturan perundang-undangan serta kebijakan penanggulangan maupun pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota masih harus disinergikan dengan kondisi actor kemasyarakatan di daerah ini. Berbagai actor yang selama ini dianggap sebagai persoalan klasik yang memunculkan anak jalanan memerlukan perhatian serius sehingga efektifitas dari kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Perlu adanya kerjasama semua elemen antara pemerintah, LSM/NGO, Masyarakat haruslah terus dikembangkan. Adanya Perda Nomor 1 Tahun 2012 tanpa dibarengi dengan implementasi yang baik dan kerjasama semua pihak juga tidak akan mencapai hasil yang baik dalam penangan anak jalanan  di Kota Padang. Adanya sosialiasi ke seluruh lapisan masyarakat juga sangat diharapkan, penguatan kembali institusi dan tim kerja untuk penangan masalah anak jalan ini juga harus dimulai kembali.

BAB IV
SOLUSI

Ada beberapa strategi yang menurut penulis bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang dalam menangani permasalahan Anak Jalanan pada khususnya, antara alain adalah :
  1. Sosialisasi Pernyataan Kebijakan (policy statement)
Pernyataan kebijakan (policy statemens) adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah undang-undang legislatif, perintah-perintah dan dekrit Presiden, peraturan-peraturan administratif dan pengadilan, maupun pernyataan-pernyataan atau pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Khususnya Pemerintah Kota Padang harus lebih gencar lagi mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, Pengamen dan Pedagang Asongan.

  1. Pembentukan Tim Penanggulangan Tuna Sosial Kota Padang
Dalam mengentaskan anak jalanan (anak jalanan), Tim ini diantaranya bertugas melakukan penertiban dan pemberdayaan anak jalanan di Kota Padang. Tim yang diketuai oleh KaBag Sosial Setda Pemkot Padang ini melibatkan pula pihak-pihak antara lain; Satpol PP, Pengadilan Negeri Semarang, Kejari, Kodim, Poltabes, Pengadilan agama, Kesbag Linmas, Departemen agama, Dinas Kesehatan kota, BKKBN, Dinas Pendidikan Nasional, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Inforkom dan Bagian Umum Pemkot Padang. Tim ini jugalah yang melakukan razia atau operasi terhadap PGOT (pengemis, gelandangan dan orang terlantar).
Gelandangan, pengemis dan orang terlantar termasuk anak jalanan yang terjaring razia akan dibawa ke Panti Sosial untuk diberi pembinaan dan hanya boleh diambil oleh keluarganya atau rumah singgah. Hal ini terkait dengan kebijakan Pemkot untuk menertibkan anak jalanan agar tidak berkeliaran lagi di jalan-jalan dan dalam rangka mengurus mereka sesuai dengan amanat Pasal 34 UUD 1945.


  1. Kerjasama dengan Rumah Singgah antara Pemerintah Kota Padang dengan LSM
Berawal dari Tahun 1997, Departemen Sosial RI bekerjasama dengan UNDP untuk menangani kasus anak jalanan di Indonesia, mangajukan suatu model untuk mengentaskan anak jalanan di Indonesia yakni dengan model Rumah Singgah.
Implementasi kebijakan pemerintah pusat oleh Yayasan Atau LSM yang ditunjuk tidak dapat begitu saja terlepas dari peran Pemko Padang. Demikian pula Kebijakankebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Padang dalam menangani anak jalanan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Pemko, melainkan membutuhkan koordinasi dan kerjasama dengan pihak lain yang mempunyai tujuan yang sama, misalnya ingin mengentaskan anak jalanan, mengurangi jumlah anak jalanan, memajukan kesejahteraan mereka dan sebagainya. Pihak yang cocok dengan semua itu adalah LSM dan Rumah Singgah.
Bentuk kerjasama Pemko Padang dengan Rumah singgah dan LSM antara lain, Pemko meminta masukan kepada rumah singgah jika akan mengeluarkan kebijakan baru seperti yang dilakukan Pemko saat mengeluarkan pernyataan kebijakan tentang rencana pembuatan panti khusus anaka jalanan Pemko mengundang beberapa rumah singgah dan LSM untuk berdialog, memberikan bantuan operasional kepada rumah singgah, pemberian bantuan pembinaan anak jalanan yang penyalurannya melalui rumah singgah atau LSM, bantuan dana pemberdayaan anak jalanan diberikan melalui rumah singgah, Pemko menerima tembusan laporan dari LSM dan Rumah Singgah setiap triwulanan, semesteran maupun tahunan, mengadakan dialog dan pembinaan anak jalanan secara bersama-sama dan lain sebagainya.

  1. Bantuan Dana Pemberdayaan (Modal Usaha)
Kebijakan mengenai anak jalanan yang dikeluarkan Pemko Padang untuk meningkatkan kesejahteraan anak jalanan antara lain dengan memberikanbantuan dana pemberdayaan. Bantuan dana Pemberdayaan (modal usaha) diberikan Pemkot kepada anak jalanan yang produktif atau yang mau berusaha, seperti mereka yang usaha berjualan koran, berjualan makanan dan minuman, buka bengkel dan sebagainya. Dasar pemberian modal usaha adalah APBD tahun itu dan untuk berapa orang disesuaikan dengan anggaran.

  1. Perencanaan Pendirian Panti Khusus Anak Jalanan Kota Padang
Pendirian panti merupakan salah satu dari empat basis pelayanan terhadap anak jalanan. Basis panti diberikan pada anak jalanan yang tidak mungkin kembali ke lingkungan keluarga, dan anak yang secara darurat membutuhkan perlindungan khusus, misalnya anak yang karena sebab-sebab yang membuat anak turun ke jalan. Sebelum panti tersebut direalisasikan, Pemko Padang harus mengadakan pendataan dan penjangkauan anak jalanan guna mengetahui kondisi dan keinginan mereka.
Namun, setelah diadakan penelitian ternyata anak jalanan tidak mau hidup di Panti karena mereka menganggap bahwa hidup di jalan lebih enak, terutama mereka lebih bebas untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dibanding harus hidup di panti karena di panti ruang gerak mereka akan dibatasi.

  1. Larangan Memberi Uang kepada Anak Jalanan
Mendukung rencana Walikota untuk mengentaskan anak jalanan, maka dikeluarkanlah suatu kebijakan yang berisi pernyataan tertulis yang dipasang di jalan-jalan besar di kota Padang dan pihak Pemko juga membagikan brosur-brosur kepada masyarakat. Pernyataan tersebut bertuliskan: “Jangan memberi uang kepada anak jalanan, karena tidak mendidik. Salurkan
bantuan anda melalui lembaga sosial atau Pemko Padang”

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Anak di Sumbar tidak Bersekolah. Media Indonesia. Klipping Humas Universitas Indonesiahttp://www.ui.ac.id/download/kliping. Diupdate 11 Januari 2010.

BKSN. 2005. Modul Pelatihan Pimpinan Rumah Singgah. Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia. Deputi Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Badan Kesejahteraan Sosaial Nasional (BKSN). Jakarta, 2000.

Ishaq, M. 2000. Pengembangan Model Program Taruna Mandiri. Disertasi. Tidak Diterbitkan. Bandung : PPS-UPI Bandung.

Suyanto, B. 2002. Permasalahan-permasalahan Strategis dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Ketrakyatan. Makalah untuk Rapat Kerja Daerah Program Keluarga Berencana Nasional Tahun 2002 BKKBN Propinsi Jawa Timur, pada tanggal 13 Pebruari 2002 di Surabaya.

Peraturan Perundangan
  • Undang- Undang Dasar 1945
  • Undang - undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Undang - undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
  • Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak)
  • Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Pengemis, Pengamen dan Pedagang Asongan.

2 komentar:

  1. http://sisisusu260.blogspot.com/2017/11/kisah-satu-keluarga-miliki-kelamin.html
    http://sisisusu260.blogspot.com/2017/11/tanda-pasangan-anda-sedang-selingkuh.html
    http://sisisusu260.blogspot.com/2017/11/tanda-pasangan-anda-sedang-selingkuh.html
    http://sisisusu260.blogspot.com/2017/11/ketika-berhubungan-seks-pria-tentu.html
    http://sisisusu260.blogspot.com/2017/11/unik-cara-baru-bersihkan-komedo-dengan.html

    Joint US
    - BBM : D8809807 / 2B8EC0D2
    - WA : +62813-2938-6562
    - Line : Domino1945. com
    Salam kemenangan DOMINOVIP .NET

    BalasHapus